wahai tuan
yang terlahir tahu budi dan baca
senjata, gas, dan pekik aturan
sebut saja daya tarik sebuah permainan
di saat para penjual sembako tutup toko,
tetap berdiri kami mengantri
demi anak-anak tunggu nasi belum tanak dari tungkunya
asap belum mengepul,
berdesak-desak kami dengan sesama ibu-ibu tua hampir hilang nafas asa
kau, hai tuan
hidup dalam mimpi-mimpi tercipta dari jentik jemari
lebih memilih remah kau tumpah sia
lebih memilih tak menyisakan
dari meja makanan menu komplit wajah italia-amerika
panas terik tidak akan dapat mencabik kami sampai mati,
hujan seharian
berpuluh-puluh malam pun tidak dapat menghanyutkan suara kami
di serak parau
di kata-kata kebenaran
bahwa kami terancam
bersaing dengan deru mesin dan alih-alih teknologi,
kami terjepit terhimpit
pembangunan para penanam saham
real estate bayang-bayang untung milyaran
di bawah tindasan beralaskan hukum,
kami tak dapat berbuat banyak
selain
berteriak sekencang-kencangnya!
di atas hak tanah
di tempat tinggal turun temurun,
telah diceritakan para pendahulu kami
bahwa kau, tuan bukanlah musuh
bukanlah lawan seperti layaknya pertandingan
kaum-kaum kami,
telah lama berkenalan dengan kaum tuan, dulu
telah mengangkat saudara
berjanji
diatas tinta darah dan perjuangan merebut bendera
'tuk dikibarkan
bahkan di setiap
sumpah kau nyatakan nama kami sebagai stempel
memeteraikan
jarak antara
hanya berbatas perkakas pasal-pasal
dan keberuntungan,
meski lagi-lagi
kami diperbuntungkan
sebabnya itu,
tuan layak tahu
siapakah kami
siapakah kami
ini?
: akankah sejarah terulang kembali,
kemerdekaan yang benar-benar bebas merdeka
seperti di tahun empat lima?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar