Minggu, 11 Oktober 2009

menulis cerpen -satu-

pembantaian massal di km 5

Tidak biasanya ibu mengajakku pergi. Aku yang satu-satunya anak perempuan lebih suka ditinggal di rumah. 'Bebenah rumah, ya, wik!' tukas ibu sehari-hari tatkala menitipkan rumah untuk aku jaga. Wik, adalah nama panggilan sayang ibu padaku. Padahal nama lengkapku tak kalah cantik dengan artis selebritis di tivi-tivi yang sering ku tonton di rumah tetangga. Namaku Sandra Kutuai Janjimu. Nama yang diberikan almarhum kakek tatkala aku lahir dan masih tinggal di kota.

Saat ibu mengajak, aku lebih memilih diam. Bukan karena aku tidak senang apalagi tidak mau. Aku hanya bingung dan heran, tapi tak tahu harus bilang apa. Semuanya berjalan begitu cepat. Ibu pun berjalan dengan terburu-buru, hampir aku tertinggalkan.
'Percepat jalanmu, Wik'.
Kata-kata ibu yang tidak juga aku jawab, hanya aku buktikan dengan menyamai langkah-langkah ibu yang hampir setengah berlari.
Nafas mulai tersengal-sengal. Hampir aku mengeluh dan meminta belas ibu agar ada jeda dalam perjalanan menuju tempat yang entah seperti apa. Hanya yang kuketahui sering kali disebutkan ibu dengan nama pasar. Dan yang pasti menjual beraneka dan beragam sayur, bumbu dapur, ikan, tempe, tahu, dan entah antrian yang akan sepanjang apakah,
karena banyaknya jenis yang hendak diperebutkan itu.

Setelah hampir setengah jam, ibu pun menghentikan langkahnya. Mengambil nafas dalam, dan membuangnya..


bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar