Sabtu, 17 Oktober 2009

mungkinkah nafasku kini adalah nafas rindu itu?

Di setiap hendak ku untuk membunuh rindu, dan di tiap kali ku berhasil memutus urat nadinya dan mengusaikan masa hìdupnya,
di saat itu pula, rindu itu ternyata mampu berubah wujud ke bentuk yang lebih indah dari yang semula berwajah. Telah terjadi lebìh dari enam kali aku menjadi pembunuh rindu. Tapi ternyata di tiap keberhasilan itu tetap saja menyisakan luka yang teramat mendalam, hingga akhirnya menumbuhkan kembali ke rupa-rupa rindu yang lebih mempesona.
Bagai terdampar di pulau yang tak ku kenal untuk kesekian kalinya meski aku merasa nyaman dan damai untuk berserah. Perasaan yang telah subur tanpa pernah ku tanam,
karena mekarnya pun mengejutkan.
Tanpa pernah ku sadari semua itu telah hidup dalam kematianku yang sempat kuharap-harap.

Rindu..
ya, kini dialah musuh terbesarku.
Sangat meresahkan, pula membuatku sakit dalam kenikmatan.

Kini,
pada wujud terakhirnya, rindu tampak lebih syahdu.
Diam dan tenang.
Yang samar-samar dan akhirnya ku kenali, bahwa rindu telah merupai wujud asalku bermula. Dan ia pun mendukai perubahanku yang jauh dari gapaian tangannya.
Karena tampak benar,
dua tiga bulir air di sudut mata tergenang dan mulai meneteskan kepedihan yang tak terkatakan.
Hampir-hampir ku mendekatinya, tapi ternyata aku bergerak semakin menjauh, dalam
kesadaran yang menarik-narikku untuk tak berjejak mendekati. ya, kesadaran aku dapat terbuai kembali olehnya, dan mungkin jatuh terkulai di tempat yang sama.
Dan terjadìlah seperti yang diperkenankannya,
bahwa kematian yang kuharap-harapkan,
semakin mempercantik dirinya dan usia pun turut berkurang dalam kemudaannya.

Nyatalah aku yang menjauh, dan semakin membuat jarak.
Dan rindu pun menatap penuh arti,
entahkah salam perpisahan yang ingin terucap,
entahkah cumbuan terakhir yang hendak tercurah,
entahkah yang mana,
tetapi yang ku tahu pasti, kali ini matanya memancarkan ketakutan yang amat sangat,
melebihi saat aku hendak membunuhnya,
yang telah kulakukan berulang-ulang.
Jarak yang semakin membesar,
ruang yang semakin menyempit, yang meluputkan sosoknya kian mengecil yang akhirnya menghilang.

Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, aku pun dipeluk erat dan dibawa terlelap oleh kesadaran yang kini mnggendongku menuju pulau yang sedari dulu ku kenali sangat, namun tetaplah jauh dr angan dan hrapan.

Hingga aku pun memilih untuk sgera trtidur dan brpulas.
Agar ssampainy aku dsana, kekuatan itu dpt trkumpul kmbali dlm masa-masaku yg smakìn menua..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar