tak akan pernah habis,
tak akan pernah usai
pesta yang ibu nyalakan
atas hadirku,
meski
harus diteriakan
dalam sakit yang luar biasa
Aaaaaaaahh!
aku tidak mendengar rintih itu,
tidak..
pun telah aku balas dengan tangisku yang tak kalah luar biasa
Oaaaa..oaa..oaa..!
dan bulir air matamu
menetes haru.
semakin bertumbuh besar
dan pintarnya aku
betapa semakin
kejamnya aku
menikam punggung
ibu berkali-kali,
tak terbilang kali
dan tetap ibu maklumi,
hingga kesekian pun kali
atas satu kata kasihmu,
entah mengapa harus kubalas dengan ribuan umpatan?
atas belaian cintamu,
entah mengapa harus kubalas dengan sikapku yang acuh tak acuh?
mari, bu..
pegang kepalaku
usap perlahan
maafkan aku, bu..
anakmu yang kemarin
telah 'buta',
telah 'tuli',
ataukah berpura-pura 'buta',
berpura-pura 'tuli' ini
terkadang..
eh,
tidak, bu
hampir setiap kali
aku menarik-narik ibu
ke dalam masalah-masalahku
betapapun ibu menasehati
entah kepala kutaruh dimana,
telinga kusembunyikan dimana
maafkan aku, ya, bu..
namun kini,
kepala dan telingaku
sudah kupasang benar.
jadi,
mari, bu..
mulailah
beri aku petuah
karena
aku akan menyimak
dan mendengarkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar