Minggu, 13 Juni 2010

Layang-layang itu

sore ini, lagi-lagi
mukamu muram
karena layang-layang yang tak berhasil kau tangkap itukah?

kau sangka selama benang pengikat layang-layang ada dalam genggaman,
tak akan mungkin
dapat larilah dia
,terbang kembali ke kekasihnya awan.
langit mendung. kau tahu sore itu, cuaca menjadi penanda. cuaca bersabda. hidup adalah kemungkinan-kemungkinan yang boleh kau nikmati dalam jangkauan tak melumatkan diri. Sore itu mendung, bukan? Kau malah teriak berkemenangan. Kau sangka layang-layang setia. Tak akan mengejar awan yang selalu meluputkannya. Kau tertawa hingga habis gairah. Kau permainkan layang-layangmu, di tarik ulurmu. Kau menggoda awan dengan ulurmu, yang lalu kau tarik-tarik lagi.
mendung. ya, pikirmu mendung adalah kreasimu membuat awan marah hati terluka. Tapi lihat! Layang-layang itu mengibaskan ekornya keras-keras, menggeliat berontak mau lepas. seperti tak sadarkan diri, alih-alih memilih mati.

'Awankah? Mengapa masih kau menginginkannya?'

bukankah telah disebutkan

bahwa layang-layang tidak akan pernah lupa
kepada siapa
arahnya menuju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar