Jumat, 23 Oktober 2009

dan aku akan tetap merengkuhmu

ketika merengkuh itu melenyapkanmu dalam damai

ternyata senandung suaramu masih terdengar merdu

meski mulai menyayup.

akan ku dandani
udara yang tanpa warna itu

pula ku sajikan
manisnya rasa bulan, yang belum purnama itu

seperti sediakala
layaknya bumi dan langit tidak terpisahkan,
tatkala ada jembatan
dengan
jarak sebatas bertatap muka

dan kini
air di sungai manakah yang hendak mengalir ke bawah?
karena langit tidak lagi di atas

mulailah laut kebingungan
mencari muara
tanpa bertanya kenapa

lalu siapakah yang telah tersesat?
dalam dunia yang bulat adanya?
bukankah berjalan lurus ke satu arah akan mendapatkanmu kembali ke titik semula?

tapi jangan pernah
persalahkan tanda

kehidupan tanpa tanda,
mati tak berwacana

jangan pula
permainkan
mimpi

karena
mimpi yang miliki hati,
tuk selalu berbicara nurani,
walau jauh dari masa depan
yang tanpa tujuan.

juga ternyata yang dekat,
lebih senang berkubang dalam gelap gulita


hanya,
pertanyakanlah hati
karena hati pemalu
dan telah malu hati manusia dibuatnya,
dan tak pernah cukup sekali

maka itu,
ijinkanlah
aku untuk tetap merengkuhmu

meski telah ku ketahui apa yang akan terjadi,

nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar